Syahdan pada zaman
dahulu kala, berdirilah sebuah kerajaan.Yang dipimpin oleh seorang raja adil
dan bijaksana bernama Prabu Rakata. Beliau mempunyai dua orang putra, yang
paling sulung bernama Raden Sundana dan adiknya bernama Raden Tapabaruna. Pada
masa itu pulau Jawa dan Sumatra masih bersatu. Suatu hari sang prabu memanggil
kedua putranya, beliau menyampaikan niatnya untuk mulai menyepi bertapa brata. Karena
usianya mulai beranjak tua dan kedua putra sudah cukup umur untuk diangkat
menjadi raja.
Akhirnya sang prabu
membagi kedua wilayah kerajaannya kepada kedua putranya, agar tidak ada yang
merasa di anak tirikan atau dianggap lebih baik. Dan kedua putranyapun menerima
keputusan ayahandanya dengan senang hati.
Raden Sundana
mendapat bagian kerajaan kearah timur sedangkan adiknya Raden Tapabaruna
mendapat bagian kearah barat. Sang prabupun berangkat setelah menyelesaikan
pembagian wilayah kekuasaan kerajaannya kepada kedua putranya.
Tidak membawa banyak
perbekalan, sang Prabu Rakata berangkat, hanya membawa sebuah guci pusaka yang
selama ini selalu setia menemani dirinya selama menjadi raja. Tanpa terasa waktupun terus berjalan, sudah tahun ke
enam sang parabu Rakata menyepi bertapa brata menjadi seorang resi. Dari waktu
kewaktu kekuatan ilmunya semakin tinggi dan kewaskitaannyapun semakin tajam. Hidup
semakin terasa nyaman dan damai. Jauh dari urusan dunia dan hiruk pikuk
kehidupan yang terkadang menjadi beban pikirannya selama menjadi raja.
Hingga tiba suatu
hari beliau mendapat kabar yang tidak mengenakan hatinya. Telah datang
kepadanya seorang abdi kerajaan yang setia mengabarkan bahwa kedua putranya
sedang terlibat peperangan.
Menurut sang pembawa
kabar, putra sulungnya Raden Sundana telah menyerang kerajaan adiknya sendiri
yaitu Raden Tapabaruna, rupanya Raden Sundana tidak cukup puas dengan keputusan
yang diberikan ayahandanya saat dulu, sehingga kemudian hari menyerang kerajaan
adiknya dengan niat untuk menguasai.
Sang Prabu terkejut
mendengar kabar yang disampaikan kepadanya, beliaupun segera berangkat menuju medan
pertempuran. Benar saja apa yang telah disampaikan abdi kerajaan itu. Setelah
kedua adik kakak itu menyadari kedatangan ayahandanya merekapun segera menarik
pasukan masing-masing.
Lalu keduanya menghadap
ayahandanya. Prabu Rakata marah besar terhadap kedua putranya, terlebih setelah
tahu kalau yang menimbulkan masalah awalnya adalah perbuatan Raden Sundana
terhadap adiknya. Prabu Rakata tidak mau mendengar alasan apapun walaupun Raden
Sundana memberikan banyak alasan.
Setelah Prabu Rakata
mendamaikan kedua putranya, dan menyuruh mereka untuk berjanji agar tidak
saling serang apalagi saling menguasai satu dengan lainnya, beliaupun
menjejakan kakinya kebumi dengan keras sekali dan melayanglah tubuhnya ke udara
dengan membawa gucinya. Kemudian beliau turun ditepi sebuah pantai dan mengisi
gucinya penuh dengan air laut. Setelah selesai beliaupun kembali terbang menuju
tempat dimana kedua putranya tadi bertempur dengan pasukannya masing-masing.
Sesampainya didepan kedua putranya beliau menyuruh keduanya untuk berdiri di
wilayah kekuasaanya masing-masing dan semua pasukannyapun diperintahkan untuk
berdiri dibelakang rajanya masing-masing. Kemudian Prabu Rakata meminta kedua
belah piahak menyaksikan apa yang akan beliau lakukan, dengan segala ilmu
kesaktiannya maka air laut yang didalam guci tersebut disiramkannya kepermukaan
bumi tepat ditengah kedua putranya yang berdiri berhadapan mengarah ke utara
dan selatan. Kemudian gucinya ditaruh di tengah - tengah tempat yang disiram
dengan air laut tersebut.
Terjadilah sebuah
keajaiban, bumi bergetar dengan hebatnya terus bergetar hingga membentuk sebuah
celah jurang yang sanagat dalam dan tinggi, rekahan bumi yang pecah tersebut
terus merambat kearah utara dan selatan hingga bertemunya kedua ujung laut
utara dan selatan. Sejak saat itu terbentuklah sebuah selat yang dinamakan
selat SUNDA sebagai peringatan atas perbuatan putranya Raden Sundana. Sedangkan
Guci yang ditinggalkannya kemudian berubah menjadi sebuah gunung yang kemudian
hari diberi nama gunung RAKATA atau sekarang di sebut gunung KRAKATAU.
Demikian kisah
legenda ini berakhir, semoga ada pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah
legenda ini. Jauh dari nalar dan akal karena ini hanyalah sebuah legenda, bisa benar
bisa salah. Semoga bermanfaat dan menjadi bijak tidak serakah seperti Raden
Sundana.
Sungguh sejarah membuktikan tentang peradaban d selat sunda
BalasHapus