Damar, begitu nama pemuda yang sedang duduk asik memainkan Handphone
kesayangannya di sudut sebuah Café, dia Nampak sedang asik menikmati sebuah
permainan, sayup-sayup suara dari
hanphonenya terdengar . Damar tidak menyadarinya jika sejak dia duduk sendirian
dimeja paling sudut itu ada sepasang mata lembut yang memperhatikannya dengan
penuh seksama.
Perlahan si empunya mata lembut dengan bulu matanya yang lentik dan
tebal itu berjalan menghampiri meja dimana Damar duduk sendirian dan masih asik
dengan Handphonenya,”eeemmmm….maaf bang saya mengganggu, boleh ikut duduk disini? Masalahnya meja lain pada penuh
semua”. Damar menoleh dan meng hentikan permainan di Handphonenya,sedikit
terkesima matanya langsung hinggap menatap tak berkedip pada seraut wajah
cantik dihadapannya. Sangat cantik bahkan dengan tampilannya yang sederhana,
rambutnya di ikat kebelakang dengan setelaln kaos hitam bergaris putih pada
lengan dan krahnya, sedangkan kebawahnya memngenakan celana jeans dengan warna
biru pucat dan alas kakinya sepasang sepatu kets warna putih terbuat dari bahan
kain. Sangat Sporty dan cantik.
“O iya…iya..iya..silahkan”Damar agak gugup. Yang dipersilahkan senyum
simpul lalu menyodorkan tangannya,”nama saya Laras, maaf kalau saya terkesan
agak berani maklum tidak ada pilihan untuk mencari tempat duduk”. Gadis yang
menyebut namanya Laras itu sedikit menjelaskan dengan harapan Damar tidak salah
persepsi dengan dirinya. Damarpun menyambut tangan Laras dan menyebutkan
namanya. Akhirnya merekapun asik berbincang menikmati sore yang cerah sehabis
ngantor.
Tanpa terasa waktu terus berlalu dan sudah hampir dua tahun lamanya
Damar mengenal Laras sejak pertemuan itu, yang pada akhirnya mereka menjadi
semakin dekat saling menyukai dan mengagumi satu sama lain.
Suatu sore, seperti biasa mereka bertemu disebuah food court kesukaan
mereka, Laras nampak agak sedikit pucat, sepertinya sedang kurang sehat.”Yang,
kamu kenapa sih keliatan tidak semangat begitu, kamu sakit?”. Damar memulai
perbincangan, tidak biasanya Laras nampak tidak bernafsu menyantap makanan
kesukaan mereka berdua.”Agak sedikit pusing dan lemes bang”, jamwab Laras
pendek sambil memainkan sendok
dimangkoknya. “Padahal besok hari minggu abang mau mengajak kamu undangan, Nia
temen kantor abang menikah, Cuma agak jauh tempatnya”. Sambung Damar lagi. Yang
diajak bicara hanya menatap hampa tanpa ada jawaban.”Hmmmm…kedokter yu kalau
kamu merasa kurang sehat”. Damar berusaha membujuk Laras.”gak ah bang, nanti
juga baikan sendiri’ laras menjawab.”Ya sudah sekarang abang anter pulang aja,
biar kamu bisa istirahat”. Damar terus berusaha membujuk Laras. Seperti
biasanya Laras selalu menolak ketika diantar pulang dengan alasan tempat
kostnya khusus untuk putri jadi tidak di ijinkan ada pria datang karena ibu
kostnya sangat disiplin.
Damar sedikit membatin,”kenapa dengan ini anak setiap diantar
pulang selalu menolak, padahal sudah hampir dua tahun berpaacaran denganku…bahkan
orang tua dan alamat jelasnya saja tidak mau memberi tahuku”. Sepertinya Laras
merasa apa yang dipikirkan damar, ia menggenggam lembut tangan kekasihnya sambil berucap”Abang,
sabar ya nanti kalau sudah waktunya Laras pasti kasih tahu, dimana Laras
tinggal dan siapa orang tua Laras, jangan curiga begitu dong”. Damar hanya
tersenyum tipis.”Iya…abang agak suka gak enak aja, tiap pulang kamu nolak di
anter, gak baikkan yang pulang sendirian terus, kita hampir dua tahun bersama”.
Agak menarik nafas panjang Damar membuang rasa yang kurang nyaman didadanya. “Dah
beresin aja yu kita pulang, abang anter kamu sampai pertigaan dimana biasa naik
angkot”. Akhirnya Damar mengajak pulang, dihatinya Damar bertekad akan
mengikuti angkot yang ditumpangi Laras secara diam-diam, Damar teramat sangat
merasa aneh dengan kekasihnya ini, sepertinya ada sesuatu yang
disembunyikannya, yang dirinya sama sekali tidak boleh tahu. Damar tahu betul
dengan kebiasaan Laras dia tidak pernah mau ditungguin sampai angkot yang
ditunggunya datang, Laras akan memaksa dirinya untuk segera pulang duluan, kali
ini Damar sengaja menyusun strategi untuk pura-pura pulang duluan, dia akan
berbelok kearah kanan dan memutar kembali kejalan semula untuk mengikuti angkot yang ditumpangi Laras. Nasib
lagi bagus sesampainya diperempatan dimana Laras biasa naik angkot sudah
nangkring sebuah angkot berwarna hijau itu dan tanpa pikir panjang Laras segera
naik dan Damarpun berlalu mendahului angkot tersebut, diam- diam Damar mencatat
nomor angkot tersebut dalam ingatannya, tanpa buang waktu Damarpun menjalankan
rencananya, agak ketinggalan memang, angkot yang ditumpangi Laras segera
berlalu dan terhalang beberapa mobil pribadi. Ditambah hujan gerimis turun
menghiasi awal malam, udara agak dingin, dan Damar tidak sempat mengenakan jas
hujannya. Tidak jelas memperhatikan angkot yang agak jauh didepannya. Damar
tidak putus asa terus di ikutinya angkot tersebut, tak terasa angkot sudah
masuk keterminal akhir, dan sosok Laras tak nampak sama sekali. Penuh rasa
penasaran Damar segera memarkirkan motornya di pinggir terminal dan segera
menghampiri angkot yang di ikutinya.
Angkot sudah kosong tanpa penumpang, selain sopir yang masih duduk
dibelakang setirnya. Damar segera menghampiri sopir angkot”Kang maaf numpang tanya,
kalau tadi cewe yang pakai kaos biru dengan rambut di ikat turun dimana ya?”.
Sopir yang ditanya agak sedikit bengong dan nampak sedikit bingung”Yang mana A
ya…? Angkot saya kosong kok terakhir penumpang turun dipertigaan Katamso dan
tidak ada lagi penumpang naik”, jawab sopir masih dengan nada agak keheranan
dengan pertanyaan Damar. Damar agak tercenung mendengar jawaban sopir,”mmm…tadi dipertigaan jalur pahlawan angkotnya berhentikan?
Dan ada cewe satu orang naik, itu pacar saya kang”. Damar mencoba menjelaskan kepada sopir tesebut.”O
iya tadi saya ngetem sebentar disana, tapi tidak ada yang naik, salah lihat
mungkin?, atau Aa pacaran sama hantu kali!”. Sopir itu menjawab sekenanya
sambil keluar dari angkotnya dan berlalu begitu saja dari hadapan Damar
sepertinya tidak mau berpanjang lebar melayani pertartanyaan anak muda yang tak
dikenalnya.
Damar hanya bisa garuk-garuk kepala, berbagai pertanyaan dan
prasangkapun bermunculan dibenak dan pikirannya, apalagi dengan kata terakhir
yang di ucapkan sopir tadi”atau Aa pacaran sama hantu kali!”.
Sambil memakai helmnya kembali Damarpun berlalu mengendarai motornya untuk
segera pulang.
Sesampainya dirumah, Damar tidak bisa tidur, pikirannya terus
kemana-mana, selama ini Laras baik-baik saja hampir dua tahun aku mengenalnya,
tidak ada yang ganjil darinya selain satu, selalu menolak di ajak menemui
orangtuanya dan tidak pernah mau diantar pulang ke kosantnya. Sampai-sampai
malam Minggupun dengan rela hati dia menunggu di tempat makan mereka berdua
untuk bisa menikmati jalan-jalan bersama menghabiskan malam Mingguan dan itu hampir
dua tahun hingga hari ini.”Ah…sebenarnya kamu ini kenapa Laras…ada
apa denganmu? Lalu tadi kamu naik angkot yang mana dan turun dimana, padahal
begitu jelas didepan mataku kamu naik
angkot itu”. Akhirnya menjelang pagi Damar baru bisa tertidur, dan
untungnya itu hari sabtu, ia libur dari ngantor hingga bisa leluasa untuk tidur
dan istirahat. Menjelang sore hari Damar sudah bersiap diri untuk menemui Laras
ditempat biasa, dengan harapan Laras bisa menjelaskan peristiwa kemarin malam
sebenarnya dia naik angkot yang mana. Dan Damar sudah bulat tekad mau meminta
Laras agar menjelaskan alasan yang sebenarnya mengapa selama ini selalu
menolaknya untuk bertemu orantuanya dan memberi tahu alamat kostnya.
Hampir lima belas menit Damar menunggu, Laras akhirnya datang juga,
masih nampak letih dan agak pucat, tidak biasanya dia tidak mau duduk”Abang,
maafin Laras ya, malam ini Laras gak bisa berlama-lama masih agak kurang sehat,
dan besok Laras juga tidak bisa menemani abang ke undangan”. Sambil berdiri
disamping Damar Laras memulai pembicaraan, Damar bisa memakluminya karena
melihat wajah kekasihnya yang memang nampak kurang sehat.”Ok…abang paham ko,
kenapa memaksakan datang?, tapi sebentar abang mau tanya dulu sesuatu, kemarin
turun dimana ko abang ikutin angkotnya abang gak lihat kamu turun, padahal
sampai keterminal abang ikuti”. Laras Nampak kaget dengan pertanyaan yang diajukan Damar, dia diam sesaat seperti inggin menguasai diri dengan keterkejutannya,
Damarpun diam menunggu.”ih abang gak ada keerjaan…” jawabnya pendek.”Sudahlah
Laras permisi dulu gak enak badan”. Tanpa menunggu jawaban dari Damar Laras
terus pergi tergesa-gesa meninggalkan Damar sendirian yang terbengong. Setelah
beberapa detik berlalu Damar baru tersadar dan diapun langsung mengejar kearah Laras
pergi. Lantai dua dan lantai satu gedung itu sudah dijelajahinya dan Laras
menghilang begitu saja……..(biar gak cape bacanya tunda dulu ya, nanti
disambung, kemana Laras….dan siapa dia sebenarnya……..)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar