Disuatu tempat, Laras sedang duduk termenung, tubuhnya kelihatan lemah
tak bertenaga, pandangannya tertuju pada tanah lembab di ujung kakinya.
Sesekali matanya diarahkan kelangit tinggi seperti ada yang dikhawatirkannya dan
ada yang dinantinya.”Ahhhh…andai saja aku tidak memaksakan kehendak seperti ini, mungkin
akan terhindar dari kekecewaan dan kesedihan. Harusnya cukup aku saja sendiri
yang bersedih tidak harus dengan dia”. Malam kian larut udara dikaki
gunung itu semakin terasa dingin, kabut kian menebal menelan perlahan bayangan
Laras yang tetap duduk dikaki bukit itu, pada sebuah dataran diantara
rimbunnya, pepohonan.
Suara angin bergemuruh, meriuhkan pucuk-pucuk cemara, seperti ribuan
bibir yang tengah berbisik, memperhatikan gadis cantik yang duduk sendiri
seperti hendak menjemput pagi.
Sepulang kantor Damar tidak lamgsung ketempat dimana biasa dirinya
bertemu Laras, tetapi kali ini mengarahkan motornya ke utara kota, sepertinya
dia hendak menuju pusat perkebunan bunga di daerah Lembang, itu biasa dilakukannya saat dia
merasa resah dengan hal yang mengganggunya. Seperti sekarang dia tidak habis pikir
dengan ulah Laras kekasihnya, pikirannya terus dipenuhi berbagai pertanyaan
tentang gadis cantik yang sudah dikenalnya selama satu tahun delapan bulan ini.
Hatinya sudah benar-benar terpaut padanya. Damar tak ingin mencari yang lain. Tetapi
disaat dirinya telah memutuskan untuk
menjadikan Laras sebahai pasangan hidup, justru Laras tidak pernah memberi
kepastian. Damar terus berjalan-jalan diantara rimbunnya kebun mawar yang warna
warni, kali ini pikirannya agak sedikit tertenangkan dengan menghirup udara
segar dan wanginya bunga yang tumbuh disekitarnya. Sedang asik-asiknya Damar
menikmati suasana perkebunan bunga, tiba-tiba dia dikagetkan dengan sapaan
seseorang dari belakang punggungnya.”Abang…sedang apa disini?”. Suara itu
sangat dikenalnya, tapi bagaimana bisa ada disini, sedangkan tadi saat tiba
diperkebunan ini tidak ada satu orangpun disini, bahkan para penunggu kios
tanaman hiaspun sudah pada pulang kerumahnya.
Damar segera membalikan badannya, benar saja Laras sudah berdiri tepat
didepannya, dengan senyum yang manis, kali ini rambutnya digerai tak lagi di
ikat seperti biasanya, menjadikan wajahnya semakin cantik, Damar semakin
terkesima dengan gaun yang dikenakan Laras tidak biasanya menggunakan gaun.
Gaunnya begitu indah terdiri dari lembaran-lembaran kain halus dan lembut,
panjang dan menutup seluruh bagian tubuhnya dengan begitu sempurna. Gaunnya
seperti warna pelangi dengan pancaran warna yang sangat indah dan lembut, di
lehernya lerlilit sehelai selendang panjang yang digunakannya sebagai shal.
Ujungnya melambai-lambai dipermaikan angin senja seiring dengan rambutnya yang
menari bersama angin. Laksana seorang Dewi dari kayangan sulit Damar
mengatakannya keindahan seorang Laras kali ini dihadapannya.
“Abang….kaget ya?”, Laras membuyarkan Damar yang masing terlongong
menatapnya. “O..iya..iya..iya…surprise seklai , kamu begitu indah dan cantik!”
tanpa sungkan Damar memuji Laras secara sepontan,”darimana kok tiba-tiba muncul
dan mau kemana?”. Lanjut Damar masih dengan ekspresi wajah kagum sekaligus
bingung. Yang ditanya hanya tersenyum simpun lalu tangannya menggenggam
pergelangan tangan Damar, seperti ditarik daya hipnotis Damar merasa melayang
ke udara tanpa bisa berbuat apa-apa. Hingga keduanya tiba disebuah padang
rumput yang hijau dan dikelilingi beraneka pepohonan dan semak-semak yang
berbunga dan terawat rapih. Kemudian Laras mengajak Damar untuk duduk pada
sebuah batang kayu yang melengkung rendah hampir menyentuh tanah. Damar seperti
seorang anak kecil, dia menurut saja apa yang diminta Laras, tiba-tiba Laras
menyilangkan tangan kanannya dan meletakan telapaknya tepat di atas jantungnya,
lalu tangan kirinya dikibaskan dengan
lembut kea rah Damar. Ajaib damar seperti orang yang baru terbangun dari mimpi,
ia kaget dengan serta merta, “dimana ini…Laras? Kita mau kemana?”. Laras menatap
lembut kekasihnya lalu perlahan duduknya bergeser agak menjauh dari Damar.
Seperti ada keraguan diwajah Laras, sesekali dia menoleh Damar yang duduk
didampingnya. Damarpun masih bingung bagaimana bisa dia dan Laras sampai
ditempat ini. Damar berusa keras mengingat setiap kejadian yang di alaminya
tadi. “Laras….” Sapa Damar perlahan .Laras menoleh menatap wajah Damar dengan
segala mimik kekhawatiran. “Sepertinya abang mulai memahami walaupun
sedikit dari diri kamu, abang ingin penjelasan Laras apapun adanya dirimu,
abang tidak akan membencimu ataupun takut kepadamu. Sebenarnya kamu ini siapa
dan manusia atau…..”. Damar tidak melanjutkan kata-katanya. Laras
menarik nafas panjang seperti ingin melepaskan beban yang selama ini disimpan
didadanya. Suaranya terdengar lirih mulai menjawab semua pertanyaan Damar. “Abang…sebelumnya
Laras minta maaf jika kenyataan ini menyakitkan dan sulit untuk diterima dengan
akal abang” Laras berhenti sebentar dari ucapannya lalu dia melanjutkannya
kembali, “seperti dugaan abang, Laras bukan manusia seperti abang, melainkan
bangsa MAMBANG, atau kata manusia bangsa Peri, yang sama-sama hidup
menghuni jagat raya ini. Terlalu panjang untuk diceritakan jika abang bertanya
mengapa kita bertemu, yang pasti abang pernah ketempat ini suatu waktu, dulu…dulu
sekali, dan kala itu saya sedang berada disini bersama teman-teman sedang
menikmati indahya sore, sejak itu saya jatuh cinta pada abang dan berusaha
mengikuti abang kemanapun”. Dengan panjang lebar Laras berusaha memberi
penjelasan kepada Damar. Yang mendengarkan terkaget-kaget,”Tapi bagaimana bisa
Laras, kita ini berbeda alam atau dimensi, bagaimana caranya kamu mengikuti
abang selama ini?” . Laras kembali menatap wajah Damar dengan sepenuh hati”Abang….bagi
bangsa kami tidak ada batas antara ruang dan waktu, kami bisa pergi kemana saja
dan berada dimana saja selama itu ruang lingkup yang di ijinkam bagi bangsa
kami, bahkan kami bisa terbang”. Tiba-tiba tubuh
laras bergerak perlahan keudara sekitar 30 cm di atas kepala Damar yang
terkaget dan bengong. Hamper saja Damar terjatuh dari batang pohon yang
didudukinya. Kemudian Laras kembali duduk disamping Damar dan melanjutkan
ceritanya. “Abang….walaupun kami diperbolehkan pergi kemana kami suka oleh
pemimpin bangsa kami tetapi ada batasan waktu yang ditentukan berapa lama kami
boleh meninggalkan alam dimensi kami, jika kami melanggarnya maka kami akan
mendapat hukuman dan kami tidak akan diperbolehkan untuk keluar menjelajahhi
dunia selain kami lagi. Dan waktu saya sudah hamper habis hanya tinggal
beberapa jam lagi, dengan menggunakan jasad biasa sebagai manusia kekuatan saya
akan semakin berkurang dan saya takut tidak bisa kembali ke dunia kami” Laras
meneteskan air mata dipipinya airmatanya
berkilau bagaikan mutiara, Damar berusaha untuk menghapus airmata Laras dari
pipimya. Tetapi kali ini Laras menolaknya, “jangan…biarkan saja airmata ini menetes
ditelapak tangan abang agar menjadi
sebutir Kristal airmata yang nantinya suatu hari jika abang rindu bisa abng
pergunakan untuk melihat keberadaan saya”. Tanpa pikir panjang
Damar degera membuka telapak tangannya dan membiarkan airmata Laras jatuh
dipermukaannya, ajaib airmata itu begerak berkumpul pada satu titik dipermukaan
telapak tangan Damar dan berubah menjadi sebutir batu bening kecil seukuran
butiran embun. Belum habis rasa kagum Damar mendadak dari arah langit terdengar
suara bergemuruh disertai kilatan-kilatan cahaya berwarna warni temaram senja
menjadi terang benderang dengan warna warna yang sangat menakjubkan. Laras
berdiri perlahan kemudian tubuhnya melayang seperti sedang berlevitasi.” Waktu
saya sudah tiba harus segera kembali, selamat tinggal abang…semoga suatu hari
kita bisa bertemu lagi”. Sambil mengibaskan tangannya dengan lembut kearah Damar
tubuh cantik itu tersedot selarik sinar kuning dan BLASSS!!!! Tubuhnya menghilang
bersamaan dengan tubuh Damar yang melesat jauh dan berteriak”LARASSSSSSSSSSSSSSSSSSSS……!!!!”,
Tubuh Damar mendarat agak sedikit keras dipermukaan tanah, dan dia sudah berada
kembali diperkebunan bunga. Dengan agak gontai Damar berjalan kearah dimana dia
memarkirkan motornya, masih dengan pikiran yang tak jelas dan bingung dia
mebesut motornya berusah mencari tempat dimana dia dan Laras tadi berpisah.
Sementara hari mulai malam…..
(BAGIAN 1 TAMAT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar