Translate

Minggu, 13 April 2014

LARAS KUNING (Lanjutan bagian 1 Tamat)

Disuatu tempat, Laras sedang duduk termenung, tubuhnya kelihatan lemah tak bertenaga, pandangannya tertuju pada tanah lembab di ujung kakinya. Sesekali matanya diarahkan kelangit tinggi seperti ada yang dikhawatirkannya dan ada yang dinantinya.”Ahhhh…andai saja aku tidak memaksakan kehendak seperti ini, mungkin akan terhindar dari kekecewaan dan kesedihan. Harusnya cukup aku saja sendiri yang bersedih tidak harus dengan dia”. Malam kian larut udara dikaki gunung itu semakin terasa dingin, kabut kian menebal menelan perlahan bayangan Laras yang tetap duduk dikaki bukit itu, pada sebuah dataran diantara rimbunnya, pepohonan.
Suara angin bergemuruh, meriuhkan pucuk-pucuk cemara, seperti ribuan bibir yang tengah berbisik, memperhatikan gadis cantik yang duduk sendiri seperti hendak menjemput pagi.




Sepulang kantor Damar tidak lamgsung ketempat dimana biasa dirinya bertemu Laras, tetapi kali ini mengarahkan motornya ke utara kota, sepertinya dia hendak menuju pusat perkebunan bunga di daerah  Lembang, itu biasa dilakukannya saat dia merasa resah dengan hal yang mengganggunya. Seperti sekarang dia tidak habis pikir dengan ulah Laras kekasihnya, pikirannya terus dipenuhi berbagai pertanyaan tentang gadis cantik yang sudah dikenalnya selama satu tahun delapan bulan ini. Hatinya sudah benar-benar terpaut padanya. Damar tak ingin mencari yang lain. Tetapi disaat dirinya telah memutuskan untuk  menjadikan Laras sebahai pasangan hidup, justru Laras tidak pernah memberi kepastian. Damar terus berjalan-jalan diantara rimbunnya kebun mawar yang warna warni, kali ini pikirannya agak sedikit tertenangkan dengan menghirup udara segar dan wanginya bunga yang tumbuh disekitarnya. Sedang asik-asiknya Damar menikmati suasana perkebunan bunga, tiba-tiba dia dikagetkan dengan sapaan seseorang dari belakang punggungnya.”Abang…sedang apa disini?”. Suara itu sangat dikenalnya, tapi bagaimana bisa ada disini, sedangkan tadi saat tiba diperkebunan ini tidak ada satu orangpun disini, bahkan para penunggu kios tanaman hiaspun sudah pada pulang kerumahnya.
Damar segera membalikan badannya, benar saja Laras sudah berdiri tepat didepannya, dengan senyum yang manis, kali ini rambutnya digerai tak lagi di ikat seperti biasanya, menjadikan wajahnya semakin cantik, Damar semakin terkesima dengan gaun yang dikenakan Laras tidak biasanya menggunakan gaun. Gaunnya begitu indah terdiri dari lembaran-lembaran kain halus dan lembut, panjang dan menutup seluruh bagian tubuhnya dengan begitu sempurna. Gaunnya seperti warna pelangi dengan pancaran warna yang sangat indah dan lembut, di lehernya lerlilit sehelai selendang panjang yang digunakannya sebagai shal. Ujungnya melambai-lambai dipermaikan angin senja seiring dengan rambutnya yang menari bersama angin. Laksana seorang Dewi dari kayangan sulit Damar mengatakannya keindahan seorang Laras kali ini dihadapannya.
“Abang….kaget ya?”, Laras membuyarkan Damar yang masing terlongong menatapnya. “O..iya..iya..iya…surprise seklai , kamu begitu indah dan cantik!” tanpa sungkan Damar memuji Laras secara sepontan,”darimana kok tiba-tiba muncul dan mau kemana?”. Lanjut Damar masih dengan ekspresi wajah kagum sekaligus bingung. Yang ditanya hanya tersenyum simpun lalu tangannya menggenggam pergelangan tangan Damar, seperti ditarik daya hipnotis Damar merasa melayang ke udara tanpa bisa berbuat apa-apa. Hingga keduanya tiba disebuah padang rumput yang hijau dan dikelilingi beraneka pepohonan dan semak-semak yang berbunga dan terawat rapih. Kemudian Laras mengajak Damar untuk duduk pada sebuah batang kayu yang melengkung rendah hampir menyentuh tanah. Damar seperti seorang anak kecil, dia menurut saja apa yang diminta Laras, tiba-tiba Laras menyilangkan tangan kanannya dan meletakan telapaknya tepat di atas jantungnya, lalu tangan kirinya  dikibaskan dengan lembut kea rah Damar. Ajaib damar seperti orang yang baru terbangun dari mimpi, ia kaget dengan serta merta, “dimana ini…Laras? Kita mau kemana?”. Laras menatap lembut kekasihnya lalu perlahan duduknya bergeser agak menjauh dari Damar. Seperti ada keraguan diwajah Laras, sesekali dia menoleh Damar yang duduk didampingnya. Damarpun masih bingung bagaimana bisa dia dan Laras sampai ditempat ini. Damar berusa keras mengingat setiap kejadian yang di alaminya tadi. “Laras….” Sapa Damar perlahan .Laras menoleh menatap wajah Damar dengan segala mimik kekhawatiran. “Sepertinya abang mulai memahami walaupun sedikit dari diri kamu, abang ingin penjelasan Laras apapun adanya dirimu, abang tidak akan membencimu ataupun takut kepadamu. Sebenarnya kamu ini siapa dan manusia atau…..”. Damar tidak melanjutkan kata-katanya. Laras menarik nafas panjang seperti ingin melepaskan beban yang selama ini disimpan didadanya. Suaranya terdengar lirih mulai menjawab semua pertanyaan Damar. “Abang…sebelumnya Laras minta maaf jika kenyataan ini menyakitkan dan sulit untuk diterima dengan akal abang” Laras berhenti sebentar dari ucapannya lalu dia melanjutkannya kembali, “seperti dugaan abang, Laras bukan manusia seperti abang, melainkan bangsa MAMBANG, atau kata manusia bangsa Peri, yang sama-sama hidup menghuni jagat raya ini. Terlalu panjang untuk diceritakan jika abang bertanya mengapa kita bertemu, yang pasti abang pernah ketempat ini suatu waktu, dulu…dulu sekali, dan kala itu saya sedang berada disini bersama teman-teman sedang menikmati indahya sore, sejak itu saya jatuh cinta pada abang dan berusaha mengikuti abang kemanapun”. Dengan panjang lebar Laras berusaha memberi penjelasan kepada Damar. Yang mendengarkan terkaget-kaget,”Tapi bagaimana bisa Laras, kita ini berbeda alam atau dimensi, bagaimana caranya kamu mengikuti abang selama ini?” . Laras kembali menatap wajah Damar dengan sepenuh hati”Abang….bagi bangsa kami tidak ada batas antara ruang dan waktu, kami bisa pergi kemana saja dan berada dimana saja selama itu ruang lingkup yang di ijinkam bagi bangsa kami, bahkan kami bisa terbang”. Tiba-tiba tubuh laras bergerak perlahan keudara sekitar 30 cm di atas kepala Damar yang terkaget dan bengong. Hamper saja Damar terjatuh dari batang pohon yang didudukinya. Kemudian Laras kembali duduk disamping Damar dan melanjutkan ceritanya. “Abang….walaupun kami diperbolehkan pergi kemana kami suka oleh pemimpin bangsa kami tetapi ada batasan waktu yang ditentukan berapa lama kami boleh meninggalkan alam dimensi kami, jika kami melanggarnya maka kami akan mendapat hukuman dan kami tidak akan diperbolehkan untuk keluar menjelajahhi dunia selain kami lagi. Dan waktu saya sudah hamper habis hanya tinggal beberapa jam lagi, dengan menggunakan jasad biasa sebagai manusia kekuatan saya akan semakin berkurang dan saya takut tidak bisa kembali ke dunia kami” Laras meneteskan air mata dipipinya  airmatanya berkilau bagaikan mutiara, Damar berusaha untuk menghapus airmata Laras dari pipimya. Tetapi kali ini Laras menolaknya, “jangan…biarkan saja airmata ini menetes ditelapak tangan abang agar  menjadi sebutir Kristal airmata yang nantinya suatu hari jika abang rindu bisa abng pergunakan untuk melihat keberadaan saya”. Tanpa pikir panjang Damar degera membuka telapak tangannya dan membiarkan airmata Laras jatuh dipermukaannya, ajaib airmata itu begerak berkumpul pada satu titik dipermukaan telapak tangan Damar dan berubah menjadi sebutir batu bening kecil seukuran butiran embun. Belum habis rasa kagum Damar mendadak dari arah langit terdengar suara bergemuruh disertai kilatan-kilatan cahaya berwarna warni temaram senja menjadi terang benderang dengan warna warna yang sangat menakjubkan. Laras berdiri perlahan kemudian tubuhnya melayang seperti sedang berlevitasi.” Waktu saya sudah tiba harus segera kembali, selamat tinggal abang…semoga suatu hari kita bisa bertemu lagi”. Sambil mengibaskan tangannya dengan lembut kearah Damar tubuh cantik itu tersedot selarik sinar kuning dan BLASSS!!!! Tubuhnya menghilang bersamaan dengan tubuh Damar yang melesat jauh dan berteriak”LARASSSSSSSSSSSSSSSSSSSS……!!!!”, Tubuh Damar mendarat agak sedikit keras dipermukaan tanah, dan dia sudah berada kembali diperkebunan bunga. Dengan agak gontai Damar berjalan kearah dimana dia memarkirkan motornya, masih dengan pikiran yang tak jelas dan bingung dia mebesut motornya berusah mencari tempat dimana dia dan Laras tadi berpisah. Sementara hari mulai malam…..
(BAGIAN 1 TAMAT)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar